25 March, 2006

Apa yang kita sombongkan

Apa yang kita sombongkan

Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan. Dia
melihat Sang Guru sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan
ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras. Keringatnya
bercucuran deras. Menyaksikan keganjilan ini orang itu
bertanya, "Apa yang sedang Anda lakukan?"

Sang Guru menjawab, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang
meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi
mereka. Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang
tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya
mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh
perasaan sombong saya."

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang
benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat
terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih
kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita
merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan
dibandingkan orang lain.

Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita
sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih
tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula
kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat,
namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan,
sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus
di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan.Pada tataran
yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-
esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence). Akan tetapi, begitu
kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada
sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong
tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan
kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita
dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring
dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari
sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu
mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.

Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi
ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan
(ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari
segala permasalahan.

Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran
sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada
dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu
menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi
akhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara
tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan
tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.

Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam
kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh
penampilan, label, dan segala "tampak luar" lainnya. Yang kini kita
lihat adalah "tampak dalam". Pandangan seperti ini akan membantu
menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.

Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita
lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita
sendiri. Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi
kita sendiri.

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita
berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali
kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti
akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih,
makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam.
Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang
berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu, apa yang kita
sombongkan?

2 Comments:

At 3:16 AM , Anonymous Anonymous said...

d8sC05 write more, thanks.

 
At 11:03 AM , Anonymous Anonymous said...

Wonderful blog.

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home