24 March, 2006

Takkan Pernah Sebanding


Takkan Pernah Sebanding

Sobat, pernahkah dirimu merasakan apa yang sedang kurasakan saat ini?

Rasa bersalah yang teramat sangat. Jauh dari orang tua yang sekarang
hanya
tinggal berdua. Tak ada lagi putera-puteri yang tersisa. Semuanya berada
dalam radius yang sangat jauh, menempuh episode kehidupan masing-masing.

Betapa sepinya mereka.

Sewaktu bayi, entah berapa kali kita mengganggu tidur nyenyak ayah yang
mungkin sangat kelelahan setelah seharian bekerja untuk memenuhi
kebutuhan
kita. Mungkin juga kotoran kita ikut tertelan Ibu ketika kita buang
"pup" di
saat ibu sedang makan. Ibu juga tidak peduli ketika teman-temannya marah
karena membatalkan acara yang sangat penting karena tiba-tiba anaknya
sakit.
Kekhawatiran demi kekhawatiran tiada pernah henti mengunjungi mereka
setiap
kali kita melangkah.

Beranjak dewasa, betapa tabahnya ayah dan Ibu menerima pembangkangan
demi
pembangkangan yang kita lakukan. Mereka hanya bisa mengelus dada karena
teman-teman di luar sana lebih berarti daripada mereka. Jarang sekali
sekali
kita mau menyisakan waktu untuk menyelami mimik wajah mereka yang penuh
kecemasan ketika kita pulang telat karena ayah dan ibu selalu menyambut
kita
dengan senyum.

Sobat, pernahkah dirimu bangun tengah malam dan mendengar tangisan Ibu
dalam doanya seperti yang pernah aku dengar? Tangisan dan doa itulah
yang
mengantar kesuksesan kita. Pernahkah kita tahu Ayah dan ibu terluka dan
mengiba kepada Allah agar kita jangan dilaknat, agar Allah mau
mengampuni
kita dan memberikan kehidupan terbaik untuk kita?

Pernahkah kita berterimakasih ketika kita dapati ayah dan ibu berbicara
berbisik-bisik karena takut membangunkan kita yang tertidur kelelahan?
Pernahkah kita menghargai patah demi patah kata yang mereka susun sebaik
mungkin untuk meminta maaf karena mereka tidak sengaja memecahkan
kristal
kecil hadiah ulang tahun dari teman kita? Pernahkah kita menyesal karena
lupa menyertakan mereka di dalam doa?

Ah, Sobat, betapa tak sebanding cinta dan pengorbanan mereka dengan
balasan
kasih sayang yang kita berikan. Setelah dewasa dan bisa "menghidupi"
diri
sendiri, kita masih bisa melenggang ringan meninggalkan mereka (mereka
ikhlas asal kita bahagia).

Lalu?
Mungkinkah kita bisa seperti Ismail yang merelakan dirinya disembelih
ayah
kandung demi menuruti perintah Allah? Atau seperti Musa yang dihanyutkan
ketika bayi? Ternyata kita masih sangat jauh...
Lalu bakti seperti apakah yang bisa kita persembahkan?

Sobat, bantu aku agar optimis!
Ya, masih banyak waktu untuk mmbahagiakan mereka. Hal yang terkecil yang
bisa kita lakukan adalah: tak mengatakan "tidak" ketika mereka menyuruh
atau
menginginkan sesuatu (tentu saja bukan yang bertentangan dengan agama)
dan
segera ambil alat komunikasi, hubungi mereka saat ini juga, sapa mereka
dengan
hangat, pastikan nada suara kita bahagia!

Bahagiakan ayah, bahagiakan Ibu!
Mulai dari sekarang, selagi Allah masih memberi kesempatan.
Walau takkan pernah sebanding, doa-doa kitalah yang mereka harapkan
menemani di peristirahatan terakhir nanti.

Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami dan dosa kedua orang tua kami,
kasihilah mereka sebagaimana mereka mengasihi kami sedari kecil.

Jadikan kami termasuk anak-anak yang saleh ya Allah hingga doa-doa kami
termasuk doa-doa yang berkenan bagi Engkau. Amin.
____________________________________

7 Comments:

At 11:51 AM , Anonymous Anonymous said...

pHVMwA The best blog you have!

 
At 5:18 PM , Anonymous Anonymous said...

actually, that's brilliant. Thank you. I'm going to pass that on to a couple of people.

 
At 9:55 PM , Anonymous Anonymous said...

Nice Article.

 
At 10:56 PM , Anonymous Anonymous said...

Please write anything else!

 
At 12:01 AM , Anonymous Anonymous said...

actually, that's brilliant. Thank you. I'm going to pass that on to a couple of people.

 
At 3:30 PM , Anonymous Anonymous said...

ioGJBx write more, thanks.

 
At 10:42 AM , Anonymous Anonymous said...

actually, that's brilliant. Thank you. I'm going to pass that on to a couple of people.

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home